Langsung ke konten utama

Postingan

Tentang Kawi

Ini hanya tentang Kawi yang kutahu. Hanya sebatas pengetahuanku dan pengamatanku. Kawi adalah anak satu-satunya. Kemungkinan besar, ia sangat disayang orang tuanya. Seperti kebanyakan sifat anak satu-satunya, dia mandiri, dia bisa mengurus semuanya sendiri, independent. Tapi jelas ada beberapa hal yang dia tidak bisa urus sendiri. Dia terlihat jarang bekerja di dapur, terlihat canggung ketika kerjanya diperhatikan. Terutama kalau aku yang memerhatikan. Hehe.. Pernah ketika di lapang, karena aku berdiri mengantri di sebelahnya, hanya kita berdua di dapur, dia mempercepat mencuci 3 piring sekaligus. Hasilnya? Ada sabun yang sisa di belakang piring dan dia harus mencuci ulang. Hehe..  Dia jarang menyapu. Aku pernah melihatnya salah memegang sapu. Pas aku ingatkan, dia cuma menjawab, "biarin". Dasar bocah. Hehe.. Dia jarang bekerja. Dia harus selalu diberi komando. Inisiatifnya pun kurang. Kalau anak-anak di kelas menganggap dia sebagai sosok yang dewasa, aku justru mel
Postingan terbaru

Tentangku

Aku lahir dari keluarga berada dengan Orang tua yang selalu memenuhi kebutuhanku. Tapi seseorang pernah berkata, kita tidak bisa memilih akan lahir di keluarga yang mana -yang mencukupi "uang atau kasing sayang". Sesuai teoir itu, walau keluargaku bercukupan, walau banyak anak-anak seusiaku yang iri melihat kehidupanku, mereka tidak pernah tahu apa kualami sejak kecil. Ketika aku berusia 5 tahun. Orang tuaku bertengkar. Ayahku melemparkan nasi ke wajah ibuku dan memukulinya. Aku cuma bisa menangis saat itu. Aku tidak tahu alasannya kenapa. Ketika aku SD, SMP dan SMA. Aku sering melihat ayahku memukuli ibuku. Berantem karena hal yang tidak kupahami. Aku hanya bisa menutup telingaku dengan headset, mendengar musik-musik dengan volume kencang. Ayahku sering berkata kasar, baik kepada ibuku mau pun diriku. Kakakku adalah laki-laki yang manja. Aku tidak bisa akrab dengannya karena aku membenci sifatnya yang suka memanfaatkan uang ayah mau pun ibuku. Itu memang haknya sebag

Alasan

Pasca kepanitiaan yang melibatkan sedivisi dengan Kawi, aku kira semua akan kembali normal seperti biasa. Ternyata, sebaliknya. Makin buruk. Suatu ketika, setelah pulang rapat di malam hari, aku berpapasan dengan Kawi di jalan. Aku menyapanya, tapi dia hanya mengangguk. Di lain hari ketika hampir berpapasan dengan Kawi, dia langsung mengeluarkan Hp dari kantong celananya, menunduk dan menatap layar ketika berpapasan denganku. Gemas dengan tingkahnya, aku panggil saja, "Kawi!" Sapaku, sambil melemparkan senyum. Dia hanya membalas dengan mengedikkan alisnya. What's that supposed to mean??? -_- Hingga di suatu sore, saat itu anak-anak di kelas sedang acara di depan sekret himpro. Termasuk Kawi ada disana. Lelah diperlakukan seperti itu dengan Kawi, akhirnya aku memberanikan diri langsung bertanya padanya. "Kawi, kenapa kamu menghindar dari aku?" Awalnya dia mengelak. Bilang kalau dia memang seperti itu kesemua orang. Aku tau itu bohong. Dia baik ke orang la

Konflik Berdarah Dimulai

Judul postnya lebay ya. Hehe.. Ya sesuai dengan konflik yang kualami dengan Kawi. Sangat sinetronisme dan berlarut-larut. Apa yang sebenarnya terjadi? Oke, ini awalnya. Disemester 5, terutangkap bahwa aku menyukai Kawi. Kawi tahu itu. Makanya dia mulai menghindar dariku dengan (sangat) ekstrem. Tentunya info ini kuperoleh dengan meminta seorang teman yang kupercaya. Aku yakin 100% Kawi akan menceritakan semuanya -sejujurnya ke temanku yang satu ini. Ya karena Kawi suka dengan temanku ini. Klasik? Yap. Segitiga api. Iya, aku memang suka dengan Kawi. Aku punya alasannya. Ini bukan semacam rasa suka "tanpa alasan" yang bullshit . Semua rasa suka ada alasannya. Terlepas apa pun itu alasannya, ya berita itu memang benar. Aku hanya tidak menyangka Kawi akan menghindariku dengan ekstrem. Kita satu kelas. Satu kepanitiaan acara besar di departemen. Satu divisi. Ketika Kawi tahu aku suka dia, dia memang menghindariku habis-habisan. Dia cuek, tidak ramah lagi, dingin ban

Kesan Awal

Selama masa Interdept, aku tidak banyak berinteraksi dengan Kawi. Hanya ala kadarnya saja. Tapi tetap memerhatikan tindak tanduknya di kelas - ya walau diisi 90% menyimak kuliah. Setelah naik kesemeter 3, aku mulai cukup sering berinteraksi dengan Kawi, apalagi kita satu kelompok di salah satu praktikum. Interaksi selama satu semester, membuatku jadi "kenal" dengan Kawi. Berikut adalah kesan yang kuperoleh selama semester 3 berinteraksi dengannya. 1. Kawi sangat rajin. Baik di kuliah mau pun hadir di rapat. 2. Rela mengerjakan 80% laporan kelompok demi "nilainya" juga. 3. Dia baik. Segan menolak. 4. Tidak suka menonjolkan dirinya. 5. Suka hal-hal berbau Jepang. 6. Pendiam. Introvert 100%, pasti! Tidak ada keraguan. 7. Kaku banget. 8. Terlalu serius. 9. Terlihat "rapuh" karena penampilannya mungkin ya. Ya, itu kesan awal. Itulah Kawi "awal" yang aku kenal. Setelah negara api menyerang, semua berubah.

Awal Pertemuan

Waktu itu semester 2. Sesuai aturan universitas tempatku belajar, di semester 2 kami masuk ke kelas Interdept. Semacam kelas untuk perkenalan sebelum masuk Departemen di tahun kedua. Hari itu, aku masuk kelas, mengamati berbagai bentuk anak yang sudah hadir di kelas, setengah jam sebelum kelas dimulai. Masih sepi. Jelas. Diantara semua anak di kelas, ada satu orang yang menarik perhatianku. Laki-laki. Berkacamat, mengenakan jaket hoodie, duduk di bangku paling depan -di pojokan. Matanya tidak lepas dari layar handphone. Dia persis seperti tokoh-tokoh "kutu buku"/nerd di komik atau pun film-film yang sering kutonton. Seperti relief 2D yang muncul di dunia nyata. Aku ingin menyapanya, tapi kelihatannya dia tertutup dan sulit didekati. Jadi ya sudah, aku pun duduk di bangku paling depan, tapi ujung yang berlawanan dengannya. Kelas mulai penuh, dosen pun masuk dan pelajaran dimulai. Sebelum memasuki, dosen kami ini, dia bertanya, "Di kelas ini yang kemarin dapat IP 4,